Pendekar Dari Kaki Gunung Sago ; Bagian 044

Teman-teman Datuk Penghulu dan Kari Basa mengetahui penangkapan terhadap kedua orang itu. Perintah langsung dari Engku Syafei menyuruh membebaskan mereka. Sebuah “pasukan khusus” yang beruniform beranggotakan sebelas orang segera diberangkatkan. Mereka mempergunakan beberapa bedil dan pistol yang selama ini secara dia,-diam dicuri atau dibeli dengan sangat rahasia. Bahkan ada beberapa bedil peninggalan Belanda.

Tugas untuk mengetahui dimana kedua orang ini ditahan dierahkan pada Tai-I (Kapten) Dakhlan Djambek. Namun untuk menemui Kapten ini bukan main sulitnya. Jepang memang telah mencium adanya gerakan pribumi yang akan menentang penjajahan.

Karena itu setiap Anggota Gyugun, mulai dari prajurit sampai para perwira diawasi dengan ketat. Hanya dengan sangat susah payahlah Tai-I Dakhlan Djambek bisa berhubungan dengan teman-temannya. Namun setelah dua hari berusaha, Dakhlan Djambek masih belum berhasil mengetahui dimana kedua orang itu ditawan.



Para pimpinan tentara Jepang nampaknya memang telah waspada sejak semula pertama menjejakkan kakinya di Indonesia. Mereka sudah menduga bahwa lambat laun perlawanan dari penduduk-penduduk setempat kepada para penjajah pastilah akan timbul.

Karena itu para Gyugun yang berasal dari pemuda-pemudi Indonesia tak pernah ditugaskan di proyek-proyek militer yang vital. Dan di Bukittinggi mereka tak pernah ditugaskan di bawah kota yang sedang digali itu.

Yang bertugas mengawasi pekerjaan atau mengawasi pemasukan amunisi hanyalah balatentara Jepang asli. Karena itu Dakhlan Djambek dan kawan-kawannya para Gyugun yang lain tak pernah mengetahui secara mendetail tentang situasi terowongan itu.

Dia berusaha keras untuk mengetahui ruangan-ruangannya, tapi akhirnya dia menyerah. Tak mungkin untuk mengetahui secara terperinci, apalagi dengan pengawasan yang ketat dari Kempetai terhadap Gyugun. Pada hari kedua, yaitu pada batas waktu yang diberikan, Kapten ini memberikan laporan akhir tentang penyelidikannya.

Isi laporan itu:



“Tak mungkin untuk menyelediki terowongan itu dengan cara intelijen. Tapi saya yakin, kedua mereka ditawan dalam salah satu kamar di dalam terowongan tersebut. Sebab beberapa tawanan sekutu juga dibawa kesana. Untuk mengetahui dimana mereka ditahan, satu-satunya jalan adalah menangkap dan memaksa salah seorang Kempetai yang pernah membawa tawanan kesana. Saya akan mengatur jebakan. Sediakan orang yang akan menanyainya.”



Dan surat yang disampaikan melalui kurir beranting itu akhirnya dilaksanakan. Seorang sersan Kempetai dengan cara yang sangat halus berhasil dijebak di Kampung Cina ketika sedang minum-minum sake dan memeluk seorang perempuan.

Perempuan itu dia bawa ke hotel. Di tangga hotel yang teram-temaram keduanya dipukul hingga pingsan. Si perempuan yang berkulit hitam manis dibiarkan tergolek di sana. Si sersan dibawa dengan sebuah truk ke sebuah tempat.

Dari mulut sersan inilah diketahui detail kamar tawanan tersebut. Semula si sersan tak mau mengaku, tapi ketika sebuah jari tangannya dipatahkan meniru kekejaman Kempetai, sersan itu menyerah. Lalu membuka rahasia kamar tawanan itu.

Dan ketika pengakuannya selesai, dia terkejut takkala melihat seorang perwira Gyugun masuk rumah itu. Dia segera tegak dan memberi hormat dengan sikap sempurna. Dia jadi gembira, karena denga kehadiran perwiranya itu berarti kebebasan baginya dari tangkapan ekstrimis ini.



Namun dia segara terkejut takkala melihat perwira itu menatapnya. Orang yang mematahkan jarinya itu mengambil sebilah samurai. Memberikan kepada sersan itu. Sersan itu terheran-heran. Rasa herannya berobah jadi rasa terkejut ketika perwira Gyugun itu berkata dengan nada memerintah:



“Harakiri….!”



Sersan Kempetai itu melongo.



“Harakiri..!!” lagi-lagi perintah perwira itu bergema.



Dan kini sama-sama jadi jelas soalnya oleh si sersan. Dia diperintahkan harakiri (bunuh diri) pastilah salah satu sari dua sebab. Pertama karena dia telah membocorkan rahasia militer. Kedua karena perwiranya ini berada dipihak orang yang menangkap dan mematahkan jari tangannya. Dan dia menduga , bahwa sebab kedualah yang paling besar kemungkinannya.



“Tai-i……..?” katanya lagi.

“Saya orang Indonesia. Jepang sudah terlalu banyak membunuh bangsa saya. Kini kau harakiri atau gunakan samurai itu untuk melawan…membebaskan diri….,” Perintah Tai-I yang tak lain daripada Dakhlan Djambek itu membuat tubuh si sersan menggigil.



Dia sudah tentu  memilih yang kedua. Yaitu mempergunakan samurai itu untuk melawan. Sebab baginya tak ada harapan untuk hidup. Demikian putusan Dakhlan Djambek. Kalau Jepang ini tak dibunuh, maka rahasia penangkapannya akan bocor. Dan kebocoran itu membahayakan perjuangan.

Sersan itu menebaskan samurainya. Orang pertama yang dia serang dengan samurainya adalah orang yang paling dekat dengannya. Orang itu adalah Tai-I Dakhlan Djambek. Tebasan samurainya amat cepat mengarah pada leher Kapten itu.

Namun Dakhlan Djambek adalah seorang perwira yang dididik dengan kekerasan disiplin militer Jepang. Karena dia perwira, maka kepadanya juga diajarkan cara menggunakan samurai. Dan kemana-mana, perwira Jepang umumnya membawa samurai. Demikian juga dengan Kapten ini.



Begitu sabetan samurai si sersan terayun, sesuai dengan latihan dasar yang diterima, dia mundur dengan cepat dua langkah ke belakang. Kemudian ketika serangan berikutnya datang, dia menggeser tegak dua langkah. Dan si sersan lewat disampingnya.

Dengan cepat sersan itu memutar tegak dan kembali mengayunkan samurainya. Namun saat itu pula samurai di pinggang Tai-I Dakhlan Djambek keluar dari sarungnya. Putaran tubuh si sersan di silang oleh tebasan samurai Dakhlan Djambek. Bahu kanan sersan itu hampir putus. Sabetan kedua membuat kepalanya hampir putus. Dia jatuh. Tapi kematian datang sebelum tubuhnya mencapai lantai rumah. Perlahan-lahan Kapten itu memasukkan samurainya kesarangnya setelah melapnya ke baju sersan yang rubuh itu



“Kuburkan dia malam ini. Dan malam ini juga kedua kawan-kawan itu harus dibebaskan. Mulai hari ini kontak antara teman-teman dengan kami para Gyugun harus diputuskan buat sementara waktu. Situasi tambah panas. Kabarnya di Jakarta telah terjadi sesuatu. Saya yakin saatnya untuk kemerdekaan sudah dekat. Karena itu, tunggu perkembangan selanjutnya. Salam saya untuk para pimpinan yang lain. Juga buat kedua teman-teman yang ditawan itu….”



Dan kapten ini lenyap ke dalam gelapnya malam.

Kejadian pembunuhan terhadap sersan Kepmpetai itu tepatnya berlangsung pada tanggal 5 Agustus 1945. Dua belas hari setelah itu, Kemerdekaan Indonesia di proklamirkan di Jakarta.

Kembali pada saat-saat letusan bergema dalam gua sesaat sebelum si Bungsu jatuh pingsan. Letusan itu ternyata bukan ditujukan pada dirinya atau pada diri Kari Basa. Letusan itu adalah letusan bedil dan pistol “pasukan khusus” yang membebaskannya.

Pejuang-pejuang bawah tanah itu berhasil bergerak cepat dan menemukan tempatnya sebelum terlambat sangat. Letusan pertama adalah letusan yang ditujukan ke kepala penjaga di luar pintu kamar tahanan.



Begitu penjaga itu mati, pintu diterjang. Dan letusan-letusan berikutnya ditujukan pada si Letnan, si sersan dan prajurit yang ada dalam ruangan itu.

Ketiga Kempetai sadis ini mati saat itu juga. Mereka tak sedikitpun menyangka akan ada perlawanan begitu dahsyat. Ketiga mereka mati dengan kepala rengkah kena tembak.

Dan enam orang “pasukan khusus” yang masuk keruangan itu pada mengucap istigfar takkala melihat keadaan tubuh kedua teman mereka yang tergantung itu. Yang tergantung itu bukan lagi tubuh manusia. Tapi lebih tepat untuk dikatakan sebagai manusia yang telah dijagal.

Namun harapan kembali timbul ketika mereka melihat bahwa kedua orang itu masih bernafas. Dengan gerakkan cepat, kedua mereka dilepaskan dari belenggunya. Kunci belenggu berada dalam kantong si letnan.



Dan tengah malam itu juga, kedua mereka dibawa ke rumah orang yang telah menyiapkan penampungan dan pengobatan. Pengobatan disediakan sesuai dengan pesan Kapten Dakhlan Djambek. Bahwa setiap tawanan Jepang yang dibawa ke terowongan di bawah kota itu, bila sempat keluar hanya akan mengalami dua hal.

Pertama mati. Dan kedua tubuh mereka lumat. Maka yang kedua hampir-hampir menemui kenyataan. Makanya obat-obatan telah disediakan. Kedua mereka dirawat di rumah yang berlainan.

Setelah tubuh kedua orang itu sampai di rumah yang dimaksud, pasukan khusus itu lenyap. Dan jejaknya tak pernah tercium sedikitpun!.



Pihak militer Jepang bukan main kagetnya atas serbuan dan penculikan tersebut. Mereka memeriksa setiap rumah penduduk untuk mencari jejak para penculik dan kedua tawanan itu.

Ada delapan orang yang jadi korban dipihak mereka dalam peristiwa itu. Yang pertama sersan pengawas bahagian peta penggalian terowongan. Sersan ini yang mati di tebas Tai-I Dakhlan Djambek tak pernah ditemukan mayatnya. Tiga orang lagi adalah penyiksa sadis yang mati dalam kamar tahanan. Yang satu mati di pintu bahagian luar kamar tahanan tersebut. Sedangkan tiga orang lainnya mati di sepanjang terowongan menuju ke kamar tahanan.

Pihak Jepang segara dapat menduga, bahwa kamar tahanan itu diketahui melalui mulut si sersan pengawas bahagian peta penggalian terowongan. Mereka menyangka bahwa seluruh jaringan dan penyimpanan amunisi vital dalam terowongan itu telah diketahui oleh pejuang-pejuang pribumi. Makanya mereka memasang perangkap untuk menjebak kalau-kalau pejuang-pejuang itu muncul lagi.



Namun pejuang-pejuang itu tak pernah mengorek keterangan tentang hal-hal lain mengenai terowongan tersebut. Tugas mereka hanya mengetahui dimana si Bungsu dan Kari Basa ditahan. Kemudian membebaskan kedua orang itu. Dari segi ini, para pejuang itu memang alpa. Kalau saja mereka bisa sedikit sabar dalam menghadapi si sersan, kemudian merencanakan masak-masak akan banyak sekali rahasia tentang terowongan itu yang akan terungkapkan.

Itulah sebabnya kenapa sampai puluhan tahun kelak, yaitu sampai turunan demi turunan, terowongan di bawah kota itu tetap saja merupakan suatu misteri yang tak kunjung terungkapkan. Tak seorangpun di kota itu yang tahu dengan pasti, berapa panjang terowongan di bawah kota mereka.

Misteri itu tetap tak terungkapkan, karena selama puluhan tahun tak ada yang berminat untuk menyelidikinya. Baik menyelidiki dengan mencari peta rencana pembuatan terowongan tersebut. Peta itu pasti ada pada pihak militer Jepang.

Akibat dari peristiwa itu, pihak Kempetai makin curiga pada anggota Gyugun. Namun mereka tak pernah mendapatkan bukti akan keterlibatan para Gyugun itu. Seluruh anggota Gyugun yang ada di Bukittinggi diinterogasi. Dimana dan kemana mereka dimalam lenyapnya si Sersan yang memegang rahasia terowongan itu.

Semua anggota Gyugun mempunyai alibi. Punya bukti-bukti bahwa mereka berada disuatu tempat, dimana banyak orang jadi saksi. Tai-I Dakhlan Djambek sendiri yang ikut diinterogasi pihak Kempetai, mempunyai alibi (alasan) yang kuat. Bahwa dia tak ikut dalam gerakan itu.

Malam itu dia justru bertugas disalah satu markas Kempetai bersama enam orang tentara Jepang asli lainnya. Dan keenam tentara Jepang yang sama-sama bertugas malam itu dengannya menerangkan bahwa Tai-I itu tak pernah meninggalkan markas malam itu.



Lalu bagaimana Dakhlan Djambek sampai bisa hadir dan justru membunuh sersan itu dihadapan para pejuang malam itu? Ceritanya sangat sederhana. Peristiwa dia membunuh sersan itu dengan samurai hanya berjarak sejangkau tangan dari markas Kempetai itu. Tepatnya, rumah tempat si sersan dibunuh terletak persis di belakang markas Kempetai itu. Dan antara markas dengan rumah itu hanya dibatasi dengan sebuah pagar batu setinggi pinggang.

Rumah itu sebuah rumah batu yang sudah lam ditinggal penghuninya. Pemiliknyu merantau ke Jawa. Tapi kuncinya ada pada seorang adiknya di Mandiangin. Nah rumah inilah yang dipilih Dakhlan Djambek untuk menanyai sersan.

Keputusan itu memang berbahaya. Tapi tak ada jalan lain, justru jalan itu pula paling aman. Kempetai pasti takkan pernah mencurigai kalau rumah di belakang markas mereka itu justru dipergunakan oleh pihak pejuang. Disamping tak mencurigai, Dakhlan Djambek bisa hadir disana tanpa menimbulkan kecurigaan.

Tinggal kini waktu diperhitungkan dengan cermat. Harus pas waktunya antara dibekuknya si sersan di hotel dengan tibanya di di rumah tersebut. Setelah si sersan dibekuk lalu dibawa ke rumah itu dengan truk. Dakhlan Djambek yang tegak di depan melihat mereka lewat.

Dia masih tegak di depan beberapa saat. Lalu masuk ke markas. Memerintahkan pada tiga orang Gyugun asal Indonesia untuk mengadakan patroli sekeliling markas.  Ketiga Gyugun itu keluar setelah memberi hormat. Kemudian Dakhlan Djambek duduk di depan Komandan Piket malam itu. Yaitu seorang Jepang berpangkat Mayor.

Tiba-tiba dia bangkit.



“Sakit perut….” Katanya menyeringai.

“Ha…banyak makan duren sore tadi. Bisa mencret Tai-i…” Si Mayor berkata sambil tertawa.



Dakhlan Djambek juga ikut tertawa. Empat orang Kempetai yang ada dalam ruangan itu juga tertawa. Sebab mereka giliran piket setiap 24 jam. Dan mereka telah mulai piket sejak tadi pagi. Dan sore tadi ada yang mentraktir makan durian. Mereka membeli durian lima belas buah. Lalu mereka makan bersama di kantin disebelah kantor.



Pendekar Dari Kaki Gunung Sago ; Bagian 043

No comments:

Post a Comment