Laporan tentang terbunuhnya 2 orang pasukan di Asakusa itu disampaikan
padanya oleh pihak Peradilan Amerika. Saat itu, masalah tersebut menjadi
pembicaraan semua pihak di Tokyo.
Pentagon, yaitu Kementerian Pertahanan Amerika Serikat yang mendapat
laporan peristiwa itu melalui badan Intelijen Internasional FBI, segera menekan
Jenderal Mac Arthur untuk mendeponir persoalan tersebut.
“Mata dunia tengah diarahakan ke
Jepang sejak jatuhnya Bom Atom di Nagasaki dan Hiroshima. Masalah fasisme
Jepang bisa dilupakan orang jika persoalan perikemanusian diungkit. Karena itu,
pihak Tentara haruslah menghindarkan sedapat mungkin timbulnya emosi massa yang
menyebabkan kerusuhan di Jepang.
Persoalan terbunuhnya Letnan Richard
dan sersan Young di Penginapan Asakusa Tokyo, saat ini merupakan sebuah dinamit
yang siap meledak berupa kerusuhan anti Amerika di kota itu.
Jika hal ini dibiarkan, maka tak
dapat tidak, Amerika akan menghadapi kesulitan baru. Penduduk Jepang yang
fanatik itu akan tepancing solidaritas nasional mereka. Issu yang tercipta saat
ini sangat rawan. Yaitu membela harga diri dan Kehormatan Bangsa Jepang.
Dalam kasus Asakusa, Letnan Richard
dan sersan Young di duga bersalah karena bermaksud memperkosa seorang gadis.
Karena itu, pihak tentara hendaknya
mendeponir peristiwa ini. Pengaturannya agar tak menjadi hal yang membesar di kalangan
masyarakat, bisa dibicarakan dengan pembela si tertuduh. Yaitu pengacara
Yasuaki Yamada.
Perlindungan terhadap tentara
Amerika di negeri pendudukan adalah penting. Namun perlindungan terhadap nama
baik seluruh Bangsa Amerika jauh lebih penting dari segalanya. Jangan sampai
dunia internasional mengetahui, bahwa peradilannya membela seorang pemerkosa.
Demikian bunyi radiogram Menteri Pertahanan Amerika yang mengepalai
Pentagon . Radiogram itu ditujukan kepada Panglima Angkatan Perang Amerika di
wilayah Pasifik, Jenderal Mac Arthur.
Bunyi radiogram itu adalah yang terkeras yang pernah diterima Mac Arthur
selama dia menjadi Panglima Wilayah Pasifik. Bahkan ketika dia melarikan diri
dari pulau Bataan di Filiphina, diburu oleh balatentara Jepang, pihak Pentagon
justru memberi radiogram yang membangkitkan semangat. Tidak mencapnya sebagai
pengecut yang meninggalkan medan perang. Padahal waktu itu dia meninggalkan 3
bataliyon pasukannya di pulau itu. Dan ketiga bataliyon itu dihancurkan separoh
oleh Jepang. Separohnya lagi menyerah.
Dengan radiogram kasus Asakusa ini, jelas pihak Pentagon lebih mementingkan
suatu “Stabilitas” di Jepang daripada harus membela dua orang tentaranya yang
mati. Sebab mereka juga merasa ragu akan kebenaran tentara yang mati itu.
Yang jelas, ke 2 tentara itu mati dalam pakaian tak senonoh. Di penginapan
pula. Jauh dari pos dimana mereka seharusnya berada.
Jenderal Mac Arthur sendiri nampaknya menyetujui sikap Pentagon itu. Bukan
karena dia ‘takut” akan sanksinya. Sebab sudah bukan rahasia lagi, seorang
Jenderal yang paling berkuasa sekalipun bisa digeser atau dipecat oleh seorang
Menteri Pertahanan yang mengepalai Pentagon. Dan bukannya tak jarang, Menteri
Pertahanan itu adalah seorang sipil. Namun kekuasaannya dipatuhi oleh semua
Jenderal.
Mac Arthur tidak takut pada “Kekuasaan” Pentagon ini. Namun dia merasa
bahwa anak buahnya memang bersalah. Karena itu dia menyetujui untuk mendeponir
peristiwa itu.
Sebab, adalah kurang enak pula bila harus menyalahkan bawahan sendiri di
negri jajahan itu.
Perundingan dengan Yamada, pengacara yang membela si Bungsu segera
diadakan.
Yamada menyetujui pendeponiran itu. Baginya juga menyulitkan untuk membebaskan
si Bungsu secara murni. Sebab gadis yang ditolong itu tak pernah bersua. Bagi
Yamada bukan masalah popularitasnya bisa membela si Bungsu yang penting. Yang
sangat penting baginya adalah membebaskan anak muda itu. Maka untuk jalan
pertama, si Bungsu dipindahkan ke kota Odawara. Sebuah kota kecil di selatan
Tokyo. Kota yang terletak di pinggir laut.
Sebulan di sana, ketika persoalan itu sudah agak dingin, dia dipindahkan
lagi ke Tokyo. Dan suatu hari dimusim panas di bulan Shichigatsu (Juli) dia
dibebaskan dari tahanan.
Tubuhnya kelihatan agak gemuk dengan rambut agak gondrong. Meski tahanan
dalam kasus pembunuhan, namun Polisi Militer Amerika memperlakukannya dengan
hormat sejak awal ditahan. Dalam sistim peradilan di Amerika, setiap orang
tetap belum bersalah sebelum diputus oleh Pengadilan. Maka itulah sebabnya dia
tetap dihormati dan diperlakukan dengan baik ditahanan.
Ketika hari pembebasannya tiba, yang menantinya di luar adalah Yamada dan
Tokugawa. Dia tegak tertegun melihat kehadiran tokoh Jakuza itu. Dia tak
mengerti kenapa Tokugawa bisa hadir di sana. Sebab tak seorangpun yang
menceritakan bahwa proses pembebasannya pada awalnya diusahakan oleh Tokugawa. Hannako
dan Kenji yang sesekali sempat menjenguk ke tahanan juga tak menceritakan hal itu.
Tokugawa melarang mereka menceritakan hal tersebut. Tapi ketika pembebasannya,
dia tak melihat kehadiran Hanako dan Kenji, serta adik-adiknya. Yamada lah yang
pertama datang menyalaminya di pintu tahanan.
“Engkau telah membela harga diri dan kebanggaan bangsa kami…terimakasih
banyak Bungsu-san” pengacara terkenal itu bicara dengan terharu sambil
menyalami tangan si Bungsu dengan erat.
“Terimakasih atas bantuan tuan….” Katanya.
Kemudian dia menoleh pada Tokugawa yang tetap tegak di sisi mobilnya. Mereka
saling bertatapan. Sungguh, si Bungsu tak mengetahui arti kehadiran Tokugawa di
sana.
Lelaki tua yang gagah itu akhirnya tersenyum lembut. Si Bungsu tetap tegak
ketika dia melangkah mendekatinya. Tokugawa mengulurkan tangan. Si Bungsu
menyambutnya. Jabat tangan lelaki tua itu terasa kukuh dan penuh persahabatan.
“Selamat atas kebebasanmu Bungsu-san…”
“Arigato gozaimasu…” jawab si Bungsu.
Matanya mencari-cari kalau-kalau ada Kenji dan Hanako. Tapi kedua orang itu
tak kelihatan. Tokugawa mengerti siapa yang dicari si Bungsu.
“Mereka sengaja tak kami beritahu tentang kebebasanmu ini. Sebab pihak
tentara Amerika menghendaki agar kebebasanmu tidak begitu tersiar. Secara
psikologis kurang mengenakkan bagi tentara Amerika. Tapi mereka tetap sehat wal
afiat. Dan saya menjaganya terus, seperti yang pernah saya janjikan padamu…”
“Domo arigato gozaimasu…” jawab si Bungsu terharu.
“Kalian nampaknya sudah saling kenal…” kata pengacara Yamada memutus.
“Ya, kami sudah saling mengenal…” Tokugawa memutus.
“Tuan inilah yang pertama kali mengusahakan pembebasanmu Bungsu….” Yamada
menjelaskan.
Dan tiba-tiba si Bungsu menjadi sadar akan latar belakang usaha
pembebasannya. Dia menatap Tokugawa. Tapi Tokugawa segera menyilahkan dia masuk
ke mobil.
“Mari kita berangkat…” katanya.
Dan di dalam mobil secara selintas menceritakan bahwa dia mengetahui si
Bungsu ditangkap Polisi Militer Amerika dari Kenji. Kenji datang ke kantornya
dan minta agar Tokugawa membebaskan si Bungsu. Si Bungsu merasa terharu sekali
atas bantuan Kenji dan adik-adiknya.
“Maaf, apakah engkau kami antar ke rumah Hannako? Yamada memutus cerita, si
Bungsu tak segera menjawab.
“Apakah mereka tahu bahwa saya sudah bebas?”
“Belum. Pembebasanmu memang lebih awal dari yang direncanakan. Kami juga
diberitahu pagi tadi. Makanya tak sempat memberi tahu….”
“Kalau begitu antarkan saya ke salah satu hotel di kota ini. Ada sesuatu
yang ingin saya kerjakan terlebih dahulu…’ jawabnya perlahan.
Tokugawa membawa si Bungsu ke Daiichi Hotel yang masih terletak satu jalan
dengan markas Jakuza di Nikko Hotel. Dia menempati kamar utama di lantai satu
yang menghadap ke taman yang indah. Ketika dia sudah berada di kamar, Yamada
berkata :
“Bungsu-san, kami tak bisa menyatakan betapa terimakasih kami padamu.
Pembebasanmu dari tahanan Amerika tak bisa membalas yang engkau perbuat dalam
menolong dua orang gadis bangsa kami. Ini ada sedikit uang, bukan untuk
pembalas jasa. Barangkali engkau akan cukup lama di Jepang ini.
Mana tahu, ada niatmu yang besar yang akan kau laksanakan. Untuk itu engkau
tentu butuh biaya. Maka, terimalah uang ini. Berasal dari beberapa dermawan
yang tak ingin disebutkan namanya…”
Si Bungsu menatap pada amplop besar di tangan pengacara terkenal itu.
Amplop itu pastilah berisi uang jutaan Yen. Dia menarik nafas panjang.
“Terimakasih. Bukan saya menolak, tapi saya ada membawa sedikit bekal dari
negeri saya. Saya rasa itu masih cukup. Terimakasih atas segalanya. Kalau saya
boleh menyarankan, barangkali uang itu bisa disumbangkan pada anak-anak
terlantar di terowongan bawah tanah sana, atau berangkali bisa diberikan pada
Hannako dan saudara-saudaranya. Anggaplah atas nama saya…”
“Apakah engkau tak berniat menemui mereka?” Tokugawa memotong perlahan.
“Barangkali tidak lagi. Saya akan meninggalkan kota ini. Dan saya tak
membuat perpisahan jadi menyedihkan. Kalau saya bertemu dengan mereka, saya
akan jadi sedih. Sebab mereka sudah saya anggap sebagai saudara saya…”
“Baiklah kalau begitu uang ini kami berikan pada mereka. Kami katakan dari
engkau. Ini alamatku, kalau ada apa-apa jangan segan untuk datang. Saya senang
dapat membantumu”
Yamada menyalami si Bungsu.
“Nah, tuan Tokugawa, saya pergi duluan. Barangkali tuan masih ingin tinggal
di sini?”
“Tidak, kita sama-sama pergi. Hanya ada satu hal yang ingin saya tanyakan
padamu Bungsu-san. Saya tahu engkau datang ke negeri ini dengan satu tujuan”
Tokugawa berhenti. Menatap pada si Bungsu, si Bungsu tetap tegak, wajahnya
tak berekspresi sedikitpun. Dia menanti lanjutan ucapan Tokugawa.
“Barangkali engkau mencari seseorang yang mungkin telah menyakiti hati atau
membunuh keluargamu. Maaf, kami bukan bermaksud mencampuri urusan pribadimu.
Tapi saya hanya ingin dapat berbuat sesuatu untukmu. Kalau engkau mau, katakan
saja siapa orangnya. Dan kami akan mencarinya sampat dapat untukmu. Dan jika
kau kehendaki, orang itu bisa kami kerjakan tanpa kau susah-susah turun tangan”
Si Bungsu tetap tak bereaksi. Kalau saja dia belum dapat informasi tentang
Saburo Matsuyama, mungkin dia akan minta bantuan Tokugawa. Dan dia yakin lelaki
ini pasti bisa membantunya. Tapi di tahanan, dia bersahabat dengan seorang
Letnan Amerika bernama Jhonson. Melalui Letnan Jhonson lah dia dapat informasi
yang berharga tentang bekas tentara Jepang yang berada di negeri ini.
Mereka yang pensiun atau diberhentikan dan pulang ke Jepang sebelum bom atom
jatuh, tidak ditahan oleh Amerika. Dan nasib mujur juga dialami oleh Saburo
Matsuyama.
“Terimakasih atas bantuan itu Tuan Tokugawa. Demikian juga tuan Yamada.
Saya takkan melupakan kebaikan tuan-tuan. Percayalah, suatu saat nanti saya
akan datang, dan akan minta bantuan tuan-tuan…”
Kalau demikian sudah tiba saatnya kami untuk pergi. Sekali lagi, kami akan
senang menerima kedatanganmu dan menolongmu. Sayonara….”
“Sayonara…”
“Sayonara…”
Kedua lelaki itu kemudian meninggalkannya sendiri. Si Bungsu menatapnya
hingga jauh ke jalan raya, masuk ke mobil dan lenyap. Lambat-lambat dia memutar
tegak. Menatap ke kursi panjang berkasur empuk dimana barang-barang terletak. Sebuah
ransel ukuran sedang, dan sebuah samurai! Dia tatap samurainya lama-lama.
Kemudian melangkah mengambil ransel dan samurai tersebut.
Membawanya masuk ke kamar besar dan mewah beralaskan permadani tebal. Dia
butuh waktu untuk melatih otot-otonya. Di penjara dia memang latihan. Tapi
latihan tanpa samurai.
Kini dalam kamarnya yang cukup luas, dia berlatih dengan samurainya.
Berlatih sehingga peluh membasahi tubuh.
Gerakannya terasa agak lamban. Apakah itu karena tubuhnya agak gemuk selama
dalam penjara? Ah, dia tak boleh merasa lamban. Dia tak boleh merasa gemuk. Ini
adalah saat-saat di mana dia akan berhadapan dengan musuh bebuyutannya. Karena
itu dia berlatih terus dengan disiplin yang keras.
Subuh buta dia berlari keliling kota, cukup jauh. Dia mengambil route dari
hotel Daiichi dimana dia menginap terus ke utara menyelusuri jalan raya Ginza.
Masuk ke Chuo Dori. Dari Chuo Dori di belok ke kanan. Melintas di jembatan
kecil di atas sungai Sumida. Kemudian balik ke Selatan lewat jalan Kiyosumi.
Dari ujung jalan itu belok lagi ke kanan. Melintasi sungai Sumida kembali.
Sampai di gedung Kabukiza. Dari sana terus pulang ke hotel.
Hari sudah agak siang bila dia sampai kembali dari lari jarak jauh itu.
Namun itu terus dia lakukan. Dengan lari pagi, kegemukan badanya jauh
berkurang. Tubuhnya kini berubah jadi kekar.
Selesai makan siang di hotel, dia istirahat. Kemudian latihan samurai.
Pendekar Dari Kaki Gunung Sago ; Bagian 080
No comments:
Post a Comment