Dari jawaban itu si Bungsu tahu, bahwa
sopir bus berada dipihak kelima lelaki itu.
“Mengapa kami harus turun ?” si Bungsu
bertanya pada si Kurus yang sudah menjejakkan kakinya di tanah.
“Turun sajalah kalau sanak mau selamat …”
Si Kurus itu berkata dengan suara kering
serak. Mei-mei merapatkan duduknya pada si Bungsu. Tangannya memeluk tangan si
Bungsu erat erat.
“Jangan turun koko ..jangan turun ..”
gadis itu berbisik ketakutan.
“Diamlah Moy-moy …”
“Hei, waang yang ada di atas, turunlah
bersama anak cina itu”
Tiba tiba terdengar bentakan dari bawah.
Mei-mei makin mengeratkan pegangan tangannya pada si Bungsu.
“Kenapa kita tak terus saja ?” si Bungsu
masih mencoba bertanya pada sopir.
“Lebih baik kau turun saja daripada tubuhmu
dilanyau mereka ..” Sopir itu menjawab dingin.
Namun si Bungsu tak beranjak dari tempat
duduknya. Tempat dimana mereka duduk, kebetulan tak ada jendela di kiri
kanannya Jadi mereka aman. Sebab dinding bus itu terbuat dari kayu tebal. Yang
ditakutkan si Bungsu adalah kalau kelima lelaki itu memiliki senjata api. Kalau
ada, maka dia dan Mei-mei bisa celaka. Tapi kalau tidak dia merasa aman di atas
bus ini.
“Kami beri waang kesempatan satu menit
untuk turun. Kalau tidak. waang akan kami seret ke bawah ..” terdengar lagi
bentakan.
“Kenapa tak sanak katakan saja apa
maksud sanak sebenarnya ?” si Bungsu menjawab.
“Turunlah. Jangan banyak cakap waang di
sana …”
“Kalau sanak yang punya keperluan,
silahkan naik lagi dan kita berunding di sini. Saya tak punya keperluan untuk
turun” jawab si Bungsu.
Terdengar sumpah serapah dan carut marut
dari kelima lelaki di bawah itu. Namun si Bungsu tetap duduk diam di tempatnya.
Ketika mereka menyuruh turun lagi, si Bungsu membisikkan sesuatu pada Mei-mei.
Kemudian kedua anak muda ini bangkit dari tempat duduknya. Mereka seperti akan
turun, tapi ternyata tidak. Si Bungsu hanya pindah tempat. Kini mereka duduk
persis di belakang sopir. Melihat keras kepala anak muda ini, dua orang segera
naik dengan maksud menyeretnya kebawah. Si Bungsu sampai saat itu masih belum
mengetahui siapa mereka sebenarnya. Apakah orang yang berniat merampok saja
atau dari pihak pejuang.
Dia tak mau salah turun tangan. Sebab
dia sudah bersumpah takkan menurunkan tangan jahat pada pejuang pejuang Indonesia.
Sama halnya seperti dia
dilanyau oleh anak buah ayahnya di dekat Mesjid ketika mula pertama turun gunung dulu. Dia tak sedikitpun mau membalas pukulan pukulan mereka. Meskipun dengan mudah dia bisa membunuh orang orang itu. Kinipun, ketika kedua orang itu naik lagi keatas bus dengan wajah berang, dia berkata dengan tenang
dilanyau oleh anak buah ayahnya di dekat Mesjid ketika mula pertama turun gunung dulu. Dia tak sedikitpun mau membalas pukulan pukulan mereka. Meskipun dengan mudah dia bisa membunuh orang orang itu. Kinipun, ketika kedua orang itu naik lagi keatas bus dengan wajah berang, dia berkata dengan tenang
“Saya harap sanak mengatakan apa maksud
sanak sebenarnya. Apa yang sanak inginkan dari kami ..”
“Jangan banyak bicara waang. Anjing”
Lalu tangan orang itu dengan kasar merengutkan
bahu Mei-mei. Gadis ini terpekik. Dan sampai di sini si Bungsu mengambil
kesimpulan, bahwa orang ini bukan dari pihak pejuang Indonesia. Dia kenal sikap
pejuang pejuang bangsanya. Tak mau berlaku kasar dan kurang ajar. Tangannya
bergerak. dan lelaki yang tengah mencekal tangan Mei Mei itu terpekik. Dia
merasa dada dan lengannya pedih. cekalan pada tangan Mei-mei dia lepaskan. Dan
dia lihat dada serta lengan yang tadi terasa pedih itu berdarah. Temannya yang
satu lagi melompati bangku menerjang si Bungsu. Namun dalam bus sempit itu,
gerakan jadi terhalang. Dan kembali dia terpekik ketika samurai di tangan si
Bungsu bekerja.
Pahanya robek dan mengucurkan darah.
Mendengar temannya terpekik, ketiga temannya yang di bawah melompat naik.
Melihat kedua temannya itu luka, ketiga mereka lalu menghunus golok yang
tersisip di pinggang. Tapi apalah artinya gerakan mereka dibandingkan dengan
gerakan anak muda ini. Dua kali gerakan dengan masih tetap duduk dan sebelah
tangan memeluk bahu Mei-mei, ketiga orang itu pada melolong panjang. Golok di
tangan mereka terpental. Dan tangan serta wajah mereka robek. Masih untung bagi
kelima orang ini, karena si Bungsu tak menurunkan tangan kejam pada mereka.
Anak muda itu hanya sekedar melukainya saja. Tak berniat membunuh. Ketika kelima lelaki itu terperangah di tempat duduk mereka, si Bungsu menekankan ujung samurainya pada sopir. inilah maksudnya pindah kebelakang sopir itu. Yaitu agar mudah mengancamnya untuk menjalankan bus. Dengan suara datar, dia berkata
Anak muda itu hanya sekedar melukainya saja. Tak berniat membunuh. Ketika kelima lelaki itu terperangah di tempat duduk mereka, si Bungsu menekankan ujung samurainya pada sopir. inilah maksudnya pindah kebelakang sopir itu. Yaitu agar mudah mengancamnya untuk menjalankan bus. Dengan suara datar, dia berkata
“Kalau kudukmu ini tak ingin kupotong,
jalankan kembali bus ini…”
Sopir itu sudah sejak tadi pucat. Begitu
terasa benda runcing dan dingin mencecah tengkuknya, tubuhnya segera menggigil.
Seperti robot dia kembali menghidupkan mesin bus. Beberapa kali bus itu hidup mati
mesinnya. Sebab sopir itu salah memasukkan gigi.
“Tenanglah, kalau tidak nyawamu kucabut
dengan samurai ini” Si Bungsu berkata.
“Ya .. ya pak Saya tenang .. saya tenang
..”
Sopir itu menjawab sambil menghapus
peluh. Bus itu berjalan. Kembali memasuki jalan utama menuju Bukittinggi.
Kembali merangkak terlonjak lonjak dijalan yang berlobang lobang. Deru mesinnya
seperti batuk orang tua yang sudah sakit menahun. cukup lama bus itu berkuntal
kuntil ketika tiba tiba sopir menginjak rem.
“Ada pemeriksaan oleh Kempetai ……..”
sopir berkata.
Mei-mei, menatap pada si Bungsu. Si
bungsu menyimpan samurainya. Kelima lelaki yang luka itu saling memandang.
“Mau kemana ..?” suatu suara serak
bertanya dari bawah kepada sopir. Buat sesaat sopir itu tergagap tak tahu apa
yang harus dijawab. Sebuah kepala menjulur kedalam.
Memperhatikan isi bus tua itu.
Memperhatikan wajah yang luka luka.
“Hmm, ada yang luka. Kenapa ?”
“Kami baru saja dirampok di bawah sana
..” si Bungsu berkata.
“Di mana ada rampok ?” Jepang itu balik
bertanya.
“Di Padang Tarab ..” sopir menjawab
cepat.
“Siapa yang merampok ?”
“Orang Melayu ..”
“Berapa orang ..?”
“Ada delapan orang. Mereka semua memakai
pedang..” salah seorang yang luka itu menjawab.
“Mereka tidak merampok perempuan ?”
Jepang itu bertanya lagi. Sementara
matanya nanar menatap Mei-mei yang duduk memeluk si Bungsu.
“Semula mereka memang ingin. Tapi begitu
dia ketahui bahwa gadis ini sakit lepra, mereka cepat cepat menyingkir. Dan
hanya uang kami yang mereka sikat …” jawab si Bungsu.
“Lepra ..?” Jepang itu bertanya kaget.
“Ya. Isteri saya ini sakit lepra .. akan
dibawa kerumah sakit Bukit Tinggi ..” si Bungsu menjawab lagi.
Kepala Jepang itu dengan cepat
menghilang keluar. Kemudian terdengar perintah untuk cepat cepat jalan. Bus itu
kemudian merayap lagi. Mereka semua menarik nafas lega. Kelima lelaki itu
menjadi lega, karena mereka lepas dari tangan Kempetai. Sebab merekalah yang
melakukan beberapa kali perampokan di sepanjang jalan Bukittinggi Payakumbuh.
Dan bus ini salah satu alat mereka untuk itu. Si Bungsu tak mengetahui, bahwa
yang dia lukai adalah perampok perampok. orang Minang yang mempergunakan
kesempatan dalam kesempitan orang yang mengail di air keruh. Ketika penduduk
sedang ketakutan dan menderita di bawah kuku penjajahan Jepang, mereka menambah
penderitaan itu dengan merampok.
Padahal yang mereka rampok hanya
orang-orang sebangsanya, mana berani mereka merampok tentara Jepang. Tapi malam
ini mereka mendapat pelajaran pahit
dari anak muda ini. Untung saja anak muda ini tak mengetahui sepak terjang mereka selama ini. Kalau saja si Bungsu tahu, mungkin kelima lelaki ini sudah mampus semua. Bungsu merasa lega karena dia lepas dari pengawasan Kempetai. Kalau saja mereka tahu, bahwa dialah yang membunuhi Jepang di bulan-bulan terakhir ini, mungkin dia akan mati mereka tembak di dalam bus ini. Untung saja mereka tak tahu.
dari anak muda ini. Untung saja anak muda ini tak mengetahui sepak terjang mereka selama ini. Kalau saja si Bungsu tahu, mungkin kelima lelaki ini sudah mampus semua. Bungsu merasa lega karena dia lepas dari pengawasan Kempetai. Kalau saja mereka tahu, bahwa dialah yang membunuhi Jepang di bulan-bulan terakhir ini, mungkin dia akan mati mereka tembak di dalam bus ini. Untung saja mereka tak tahu.
Sementara itu Mei-mei menatap si Bungsu
dengan perasaan takjub. Dia merasa takjub, dan amat berdebar mendengar ucapan
si Bungsu yang terakhir pada Jepang itu : “Isteri saya ini sakit lepra .. akan
dibawa kerumah sakit”
Kata kata Isteri saya ini yang diucapkan si Bungsu mengirimkan denyut amat kencang kejantungnya. oh, kalau saja benar bahwa anak muda ini menjadi suaminya, alangkah bahagiannya dia. Dia merasa aman dalam pelukannya. Merasa tentram dan terlindungi di sisinya. Si Bungsu merasa gadis itu tengah menatapnya. Dia balas menatap.
Kata kata Isteri saya ini yang diucapkan si Bungsu mengirimkan denyut amat kencang kejantungnya. oh, kalau saja benar bahwa anak muda ini menjadi suaminya, alangkah bahagiannya dia. Dia merasa aman dalam pelukannya. Merasa tentram dan terlindungi di sisinya. Si Bungsu merasa gadis itu tengah menatapnya. Dia balas menatap.
“Moy- moy ..” katanya sambil tersenyum.
“Koko..”
“Sebentar lagi kita akan sampai di
Bukittinggi ..” bisiknya.
Mei-mei hanya mengangguk. Kemudian
menyandarkan kepalanya ke bahu si Bungsu. Bus itu tadi dicegat lagi oleh
Kempetai di pos penjagaan di Baso. Mereka memang tengah mendekati Bukittinggi.
Kota itu mereka masuki hampir tengah malam.
“Antarkan saya kepenginapan ..” si Bungsu
berkata pada sopir.
“Ya .. ya..” sopir yang masih merasa
ngeri pada samurai di tangan anak muda yang berada di belakangnya ini menjawab
cepat.
Bus berhenti di sebuah penginapan di Aur
Tajungkang. Sebelum turun, si Bungsu menoleh kepada ke lima lelaki yang masih
tersandar dan luka luka itu. “Saya tak pernah menyusahkan sanak sebelum ini.
Saya tak mau kita berurusan lagi. Ingatlah itu..” katanya berlahan
Kemudian dia membimbing tangan Mei-mei turun dari bus. Meninggalkan para rampok itu terperangah. Diam dan mati kutu. Dua orang perempuan separoh baya yang sejak tadi duduk ketakutan di belakang, ikut bergegas turun di penginapan itu. Mereka adalah dua orang perempuan yang berjualan kacang dan jagung dari Bukittnggi ke Payakumbuh dan Padang Panjang. Ketika mereka sama sama mendaftar di penginapan kecil itu, kedua perempuan itu menceritakan tentang perampokan yang beberapa kali pernah terjadi terhadap pedagang pedagang.
Kemudian dia membimbing tangan Mei-mei turun dari bus. Meninggalkan para rampok itu terperangah. Diam dan mati kutu. Dua orang perempuan separoh baya yang sejak tadi duduk ketakutan di belakang, ikut bergegas turun di penginapan itu. Mereka adalah dua orang perempuan yang berjualan kacang dan jagung dari Bukittnggi ke Payakumbuh dan Padang Panjang. Ketika mereka sama sama mendaftar di penginapan kecil itu, kedua perempuan itu menceritakan tentang perampokan yang beberapa kali pernah terjadi terhadap pedagang pedagang.
“Apakah kelima orang tadi adalah
perampok itu ?” tanya si Bungsu.
“Tak tahu kami. Kebetulan kami tak
pernah mengalami nasib kena rampok. Tapi beberapa teman yang telah pernah
mengalami mengatakan, bahwa perampok perampok itu memang orang awak jua. Dan
caranya memang seperti tadi. Sama sama menompang bus. Kemudian berhenti di
tempat sepi. Untung ada anak muda. Kalau tidak. pastilah kami yang kena rampok
…”
Si Bungsu terdiam. Kemudian mereka masuk
kekamar karena hari sudah larut malam. Karena semua kamar penuh, maka dia
terpaksa satu kamar dengan Mei-mei. Untung dalam kamar itu ada dua tempat tidur.
“Tidurlah Moy- moy. Besok kita cari
famili ibumu yang di Kampung cina..” katanya perlahan
“Koko tidak tidur ?”
“Ya. Saya juga akan tidur. Tapi saya
akan sembahyang dulu”
Dia lalu berganti pakain dengan kain
sarung. Kemudian ke kamar mandi berudhuk. Mei-mei belum tertidur. Dia melihat
anak muda itu sembahyang. Dia melihat tubuh anak muda yang semampai itu.
Bermuka lembut atau lebih tepat dikatakan murung. Sinar matanya sayu. Ketika si
Bungsu selesai sembahyang Isa, ketika dia menoleh mengucapkan salam dia melihat
Mei-mei belum juga tidur. Masih menatap padanya. Dia tersenyum pada gadis itu.
“Belum tidur Moy-moy ?”
Mei-mei menggeleng. Kemudian duduk di
sisi tempat tidur. Si Bungsu masih duduk di lantai yang beralas tikar. Mei-mei
pindah duduk ke bawah, duduk tak jauh dari si Bungsu.
“Koko sembahyang apa ?”
“Isa ..”
“Kenapa orang Islam harus sembahyang
lima kali sehari semalam ?”
“Karena begitu suruhan Tuhan ..”
“Tidak melelahkan ?”
Bungsu menatap Mei-mei. Dia tersenyum.
Pertanyaan begitu pernah memenuhi tengkoraknya dulu. Ketika ayahnya selalu
menyuruhnya sembahyang. Waktu itu dia bukan hanya sekedar bertanya, tapi malah
membangkangi suruhan ayahnya. Tak mau sembahyang.
Pendekar Dari Kaki Gunung Sago ; Bagian 024
No comments:
Post a Comment